Home » TESIS ILMU HUKUM » Implementasi pasal 50 ayat 3 huruf e, f dan h jo pasal 78 ayat (5) dan (7) undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan di Pengadilan Negeri
Implementasi pasal 50 ayat 3 huruf e, f dan h jo pasal 78 ayat (5) dan (7) undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan di Pengadilan Negeri
Diposting oleh Unknown on Kamis, 08 Januari 2015
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Pasal 50
ayat (3) huruf e, f dan h Jo Pasal 78 ayat (5) dan (7) Undang-Undang No.
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan di Pengadilan Negeri Ngawi dan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi, serta mencari
solusinya.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila
dilihat dari bentuknya termasuk penelitian evaluatif. Lokasi penelitian
adalah di Pengadilan Negeri Ngawi. Jenis data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu melalui wawancara mendalam (indepth interview). Analisis data
menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa Hakim belum
mengimplementasikan Pasal 50 Ayat (3) huruf e, f, dan h jo Pasal 78 Ayat
(5) dan (7) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena:
Hakim Pengadilan Negeri Ngawi masih cenderung lebih mempertimbangkan
aspek yuridis dan sosiologis dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi serta
solusinya: komponen subtansi, hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara
tidak murni mengikuti rumusan Pasal 78 Ayat (5) dan (7); komponen
struktur, hakim terpengaruh oleh putusan hakim lain yang memutus perkara
yang serupa dengan putusan yang ringan; komponen kultur, hakim
menggunakan rasa keadilan, tepa selira dan selaras dalam menjatuhkan
pidana tidak mengikuti secara murni rumusan Pasal 78 Ayat (5) dan (7)
karena masyarakat Ngawi berada dalam budaya rukun dan selaras penuh
toleransi, serta menghargai rasa kemanusiaan, idiom tersebut juga
diterapkan dalam penerapan sanksi pidana oleh hakim, sikap dan pola
hidup masyarakat Ngawi yang berubah menjadi lebih konsumtif, yang dipicu
adanya kebutuhan keluarga yang semakin bertambah. Solusi dari
kendala-kendala tersebut adalah. Subtansi, perlu adanya revisi UU No. 41
Tahun 1999 dengan menambahkan pasal yang memuat ketentuan mengenai
tindak pidana Illegal Logging dalam skala kecil, adanya ketentuan
mengenai pidana minimum; struktur, Hakim-hakim harus lebih teliti dan
terbuka terhadap kasus-kasus yang dihadapi; kultur, hakim diharapkan
lebih mempertimbangkan komponen filosofis, yuridis dan sosiologis dan
bukan mendasarkan atas budaya masyarakat yang ada, penyuluhan dengan
melibatkan berbagai pihak mengenai arti pentingnya kelestarian hutan.
Label:
TESIS ILMU HUKUM
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar