Kesaksian Jiwa [Ruh] Menurut Al- Quran ( Study Analisis Tafsir Q.s. Al-Araaf [7]: 172)

Diposting oleh Unknown on Kamis, 20 Maret 2014

Mempercayai adanya roh adalah salah satu keyakinan yang diajarkan Qur'an dan mempercayai soal-soal gaib merupakan salah satu sendi keyakinan beragama. Semua agama ditegakkan atas dasar keyakinan itu, dan dengan keyakinan itu perasaan manusia menjadi tentram. Akan tetapi kepercayaan mengenai soal-soal gaib sebagaimana diajarkan al-Qur'an mempunyai kelebihan istimewa karena kepercayaan tersebut tidak membekukan akal orang-orang yang beriman, tidak menghilangkan kewajiban yang dipikulkan kepada manusia dan tidak melenyapkan peranan akal yang sadar akan tanggung jawabnya. Kepercayaan mengenai roh itu justru merupakan perwujudan dari keberadaan iman dan islam, yaitu: menyerahkan segala sesuatu kepada Allah. Seiring dengan hal tersebut, seakan-akan manusia harus menerima tanpa berusaha, lupa atau dilupakan menjadi tidak pernah mengingat kembali apakah kecenderungannya untuk ber-Tuhan itu memang sudah tertanam sejak zaman azali ataukah kecenderungan itu lahir dari lelehur mereka? Kebanyakan dari kita dalam menafsirkan tentang roh, hanya terjebak pada tataran bahwa roh itu urusan Tuhan bukan urusan manusia, parahnya lagi kalau roh itu dilihat dari kaca mata kaum teolog, mereka pasti disibukkan dengan perkataan apakah roh itu makhluk atau bukan dan masih banyak yang lainnya. Al-Qur'an juga menyatakan bahwa manusia telah dinobatkan menjadi kholifah dan diberi kebebasan mutlak dan tanggung jawab atas amanah yang diberikan. Itu artinya, setiap manusia harus menjaga dan memelihara apa yang diamanahkan kepadanya, sebagaimana aturan dasar amanah dalam syar'i. Jika saja dalam masa pemeliharaan terjadi kerusakan atau kemusnahan, manusia harus dan harus mempertanggungjawabkannya. Apakah dengan mengganti, merekontruksi, atau mendapat sanksi, setidaknya sanksi moral. Dalam pengertian ini, bila dikaitkan dengan pengambilan perjanjian yang dilakukan manusia dihadapan Tuhan, sebelum manusia dilahirkan, maka pertanggungjawaban menjadi hak mutlaq dan tidak bisa ditawar-tawar oleh manusia Dengan demikian karena manusia tidak bias mengelak dari tanggung jawab. Seharusnya perlu diadakan dialektika ulang dalam mencari makna roh yang ada dalam jasad manusia, bukan wujudnya melainkan peran roh dalam menentukan masa depan kita. Dalam al-Qur'an roh merupakan aura positif dan jiwa (nafs) adalah aura negatif. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia diciptakan harus memilih, memilih baik atau memilih buruk. Maka dalam skripsi ini, penulis menfokuskan pada masalah Apakah kesaksian ruh dalam kandungan merupakan fitrah bagi setiap manusia yang akan dilahirkan (analisis surah Al-'Araaf [7]: 172)?. Serta bagaimanakah penafsiran para Ulama'dan apa relevansinya kesaksian itu pada diri manusia, baik itu dari konteks masa lampau dan konteks masa sekarang?. Analisa singkat dari permasalahan di atas mengidentifikasikan adanya Perjanjian yang fitrah dilakukan semua anak cucu Adam di hadapanTuhan, sebagai jalan pembuktian bahwa Allah akan minta pertanggung jawaban mereka, baik itu yang Islam maupun bukan, dan kelak mereka tidak bisa berkata " ini kesalahan nenek moyang kami", karena menyekutukan Engkau ya Allah. Ini bukan salah kami.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar